Model Penelitian Fiqh

Pengantar

Fiqih atau hukum islam merupakan salah satu bidang studi islam yang paling dikenal oleh masyarakat. Hal ini antara lain karena fiqih terkait langsungdengan kehidupan masyarakat. Dari sejak lahir sampai dengan meninggal dunia manusia selalu berhubungan dengan fiqih. Tentang siapa misalnya yang harus bertanggung jawab memberi nafkah terhadap dirinya, siapa yang menjadi ibu bapaknya, sampai ketika ia dimakamkan terkait dengan fiqih. Karena sifat dan fungsinya yang demikian itu, maka fiqih dikategorikan sebagai ilmu al-hal, yaitu lmu yang berkaitan dengan tingkah laku kehidupan manusia, dan termasuk ilmu yang wajib dipelajari, karena dengan ilmu itu pula seseorang baru dapat melaksanakan kewajibannya mengabdi kepada Allah melalui ibadah salat, puasa, haji, dan sebagainya.

Karena wahyu, yaitu cara memperoleh dan mengetahui kehendak tuhan secara langsung, terhenti semenjak meninggalnya nabi Muhammad, syariat yang telah terungkap secara sempurna pada prinsipnya lantas menjadi statis dan bersifat kekal. Mengapung sebagai jiwa tanpa jasad di atas awang-awang masyarakat muslim, serta terpisah dari arus dan pergantian wahyu, ia pun tampil sebagai cita-cita (idealisme) yang keabsahannya berlaku abadi, dan masyarakat harus mengejar cita-cita itu.
Selanjutnya jika ilmu hukum atau fiqih di sebut idealistis, itu bukan dimaksudkan untuk mengatakan bahwa materi-materi hukum itu sendiri tidak memiliki pertimbangan praktis yang terkait dengan kebutuhan di masyarakat. Juga bukan dimaksudkan bahwa praktik hukum peradilan islam tidak pernah sejalan dengan cita-cita di atas.
Sejalan dengan itu kami disini berusaha untuk memaparkan bagaimana model-model penelitian hukum islam itu sendiri.

1. Pengertian dan karekteristik hukum islam.
Dalam kaitan ini dijumpai pendapat yang mengatakan bahwa hukum islam atau fiqih adalah sekelompok dengan syariat-yaitu ilmu yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia yang diambil dari nash al-Qur’an atau al-Sunnah. Bila ada nash dari al-Qur’an atau al-Sunnah yang berhubungan dengan amal perbuatan tersebut, atau yang diambil dari sumber-sumber lain, bila tidak ada nash dari al-Quran atau al-Sunnah, dibentuklah suatu ilmu yang disebut dengan ilmu fiqih. Dengan demikian yang disebut ilmu fiqih ialah sekelompok hukum tentang amal perbuatan manusia yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci.
Yang dimaksud dengan amal perbuatan manusia ialah segala amal perbuatan orang mukallaf yang berhubungan dengan bidang ibadah, muamalat, kepidanaan dan sebagainya; bukan yang berhubungan dengan akidah. Sebab akidah termasuk dalam pembahasaan ilmu kalam. Adapun yang dimaksud dengan dalil-dalil terperinci ialah satuan-satuan dalil yang masing-masing menunjuk kepada suatu hukum tertentu.
Berdasarkan batasan tersebut diatas sebenarnya dapat dibedakan antara syariah dan hukum islam atau fiqih. Perbedaan tersebut terlihat pada dasar atau dalil yang digunakannya. Jika syariat didasarkan pada nash al-Quran atau al-Sunnah secara langsung, tanpa memerlukan penalaran; sedangkan hukum islam didasarkan pada dalil-dalil yang dibangun oleh para ulama melalui penalaran atau ijtihad dengan tetap berpegang pada semangat yang terdapat dalam syariat. Dengan demikian, syariat bersifat permanent, kekal dan abadi, sedangkan fiqih atau hukum islam bersifat temporer, dan dapat berubah. Namun, dalam praktiknya antara syariat dengan fiqih sulit dibedakan. Ketika kita mengkaji suatu masalah misalnya kita menggunakan nash al-Quran dan al-Sunnah, tetapi bersamaan dengan itu kita juga menggunakan penalaran.
Menurut Ahmad Zaki Yamani, ciri syariat islam identik dengan ciri hukum islam. Ciri tersebut ada dua. Pertama, bahwa syariat islam itu luwes, dapat berkembang untuk menanggulangi semua persoalan yang berkembang dan berubah terus; ia sama sekali berbeda dengan apa yang digambarkan oleh oleh musuh-musuh islam, maupun oleh sementara penganutnya yang menyeleweng atau yang kolot dan sempit, yakni bahwa syariat islam itu suatu sistem, agama yang sudah lapuk dan nanar oleh sebab kelanjutan usianya. Kedua, bahwa dalam pusaka perbendaharaan hukum islam terdapat dasar-dasar yang mantap memecahkan persoalan-persoalan yang pelik di masa kini, yang tidak mampu dipecahkan oleh sistem barat maupun oleh prinsip-prinsip timur, meskipun sekedar untuk melunakkannya saja.
Dengan ini Zaki Yamani membagi syariat islam dalam dua pengertian. Pertama, pengertian dalam bidang luas dan kedua, pengertian dalam bidang sempit. Pengertian dalam bidang yang luas meliputi semua hokum yang telah disusun dengan teratur olehpara ahli fiqih dalam pendapat-pendapat fiqihnya, dengan mengambil dalil-dalil yang langsung dari al-Qur’an dan al-Sunnah, ijma’, qiyas, istihsan, istislah, dan maslahah mursalah. Syariat dalam pengertian yang sempit, syariat islam itu terbatas pada hokum-hukum yang berdalil pastidan tegas, yang tertera dalam al-Qur’an, hadits yang sahih, atau yang ditetapkan dengan ijma’.

Model-model penelitian hukum islam
Diantara model-model penelitian hukum islam itu dilakukan oleh Harun Nasution, Noel J. Coulson dan Muhammad Atha Muzhar.

1. Harun Nasution.
Melalui penelitiannya secara ringkas namun mendalam terhadap berbagai literatur tentang hukum islam dengan menggunakan pendekatan sejarah, Harun Nasution telah berhasil mendeskripsikan struktur hukum islam secara komprehensif, yaitu mulai dari kajian terhadap ayat-ayat hukum yang ada dalam al-qur’an, latar belakang dan sejarah pertumbuhan dan perkembangan hukum islamdari sejak zaman nabi sampai dengan sekarang, lengkap dengan beberapa mazhab yang ada didalamnya berikut sumber hukum yang digunakannya serta latar belakang timbulnya perbedaan pendapat.
Ayat hukum yang dikemukakan oleh Harun Nasution jumlahnya 368 ayat, 3 1/5 persen merupakan ayat-ayat yang mengungkap soal kehidupan kemasyarakatan. melalui pendekatan sejarah hukum islam terbagi kedalam 4 periode, yaitu periode nabi, periode sahabat, periode ijtihad serta kemajuan dan periode taklid serta kemunduran.

2. Noel J.coulson
Penelitian yang dilakukannya bersifat deskriptif analitis menggunakan pendekatan sejarah. seluruh informasi tentang perkembangan hukum pada setiap periode selalu dilihat dari faktos-faktor sosio cultural yang mempengaruhinya, sehingga tidak ada satupun produk hukum yang dibuat dari ruang hampa sejarah.
Hasil penelitian beliau dituangkan dalam tiga bagian:
Pertama menjelaskan tentang terbentuknya hukum syariat.
Kedua berbicara tentang pemikiran dan praktek hukum islam di abad pertengahan.
Ketiga berbicara tentang hukum islam di masa modern.

3. Muhammad Atha Muzhar
Beliau menulis disertasi yang isinya berupa penelitian berupa penelitian terhadap produk fatwa ulama Indonesia tahun 1975-1988. tujuan dari dari penelitiannya adalah untuk mengetahui materi fatwa yang dikemukakan majelis ulama Indonesia serta latar belakang social politik yang melatarbelakangi timbulnya fatwa tersebut. produk-produk fatwa majelis ulama yang ditelitinya itu pada saat menteri agama dijabat oleh A.Mukti Ali (1972-1978), Alamsyah Ratu Perwiranegara (1978-1983), dan Munawir Sjadjali (1983-1988). sementara itu ketua majelis ulama Indonesia dijabat oleh K.H. Hasan Basri.
Hasil penelitian tersebut tertuang dalam empat bab:
Pertama, mengemukakan tentang latar belakang dan karekteristik islam di Indonesia serta pengaruhnya terhadap corak hukum islam.
Kedua, mengemukakan tentang majelis ulama Indonesia dari segi latar belakang didirikannya.
Ketiga, mengemukakan tentang isi produk fatwa yang dikeluarkan majelis ulama Indonesia serta metode yang digunakannya.
Keempat, adalah berisi kesimpulan yang dihasilkan dari studi tersebut. Dalam kesimpulan tersebut dinyatakan bahwa fatwa majelis ulama Indonesia dalam kenyataannya tidak selalu konsisten mengikuti pola metodelogi dalam penetapan fatwa sebagaimana dijumpai dalam ilmu fiqih.

Kesimpulan
Sebenarnya pendapat yang mengatakan bahwa seluruh produk hukum islam harus disesuaikan dengan tuntutan zaman tidak sepenuhnya benar. karena hukum yang berkaitan dengan masalah ibadah ritual jelas tidak dipengaruhi oleh perubahan zaman.
Produk-produk hukum yang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan sosial banyak terjadi pada masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan sosial.
Dalam hal ini, hukum islam baik langsung maupun tidak langsung masuk kedalam kategori ilmu sosial. Hal ini sama sekali tidak mengganggu kesucian dan kesakralan al-Qur’an yang menjadi sumber hukum tersebut. sebab yang dipersoalkan disini bukan mempertanyakan relevan dan tidaknya al-Qur’an tersebut, tetapi yang dipersoalkan adalah apakah hasil pemahaman terhadap ayat-ayat al-Qur’an tersebut masih sesuai dengan tuntutan zaman atau tidak. Keharusan menyesuaikan hasil pemahaman ayat-ayat al-Qur’an yang berkenaan dengan hukum tersebut dengan perkembangan zaman perlu dilakukan. karena dengan cara inilah makna kehadiran al-Qur’an secara fungsional dapat dirasakan oleh masyarakat.
wallahu ‘a’lam….

Daftar Pustaka
1. Abuddin Nata, Metodelogi Studi Islam, Cetakan Kesembilan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta 2004.
2. Mukhtar Yahya dan Fathurrahman, Dasar-dasar Pembinaan Hukum Islam, Cetakan Kesepuluh, Al-Ma’arif, Bandung 1986.

Komentar

  1. terima kasih atas ilmunya semoga pahala jariyah mengalir kepada anda dan penulis bukunya

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

GHARAWAI, MUSYARAKAH, AKDARIYAH

Idhafah

Al-Ra`Yi Dan Al-Hadis