PERUBAHAN SOSIAL DAN KEBUDAYAAN
BAB. I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Kedinamisan
merupakan salah satu ciri kehidupan masyarakat. Kehidupan masyarakat yang
dinamis ditandai dengan perubahan-perubahan sosial dan budaya yang secara jelas
dapat terlihat melalui berbagai benda hasil budaya dan aktivitas-aktivitas
kehidupannya. Perubahan sosial dapat dipandang sebagai suatu variasi dari
cara-cara hidup yang telah diterima, yang disebabkan baik karena
perubahan-perubahan kondisi geografis, kebutuhan materil, komposisi penduduk,
ideologi, maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penumuan baru dalam
masyarakat tersebut. Sebagai contoh kehidupan masyarakat desa, dapat
dibandingkan antara sebelum dan sesudah
mengenal surat kabar, televisi, listrik, telepon dan internet.
Perubahan
yang dialami manusia bukanlah suatu penyimpangan, karena pandangan tersebut
adalah suatu mitos yang perlu dihilangkan dari pandangan mengenai perubahan
(Lauer, 1993).
Setiap
perubahan sosial selalu mencakup pula perubahan budaya, dan perubahan budaya
akan mencakup juga perubahan sosial. Perubahan–perubahan bukanlah semata-mata
berarti suatu kemajuan namun dapat pula berarti suatu kemunduran dari
bidang-bidang tertentu.
Perubahan
dalam masyarakat telah ada sejak zaman dahulu. Tapi, dewasa ini
perubahan-perubahan tersebut berjalan dengan sangat cepat sehingga membingungkan
manusia yang menghadapinya, yang sering berjalan tidak seimbang. Namun
demikian, perubahan-perubahan itu biasanya bersifat berantai dan saling
berhubungan antara satu unsur dengan unsur kemasyarakatan lainnya. Oleh kerana
itu didalam makalah ini kami akan membahasnya satu persatu berdasarkan
pengetahuan dan sumber-sumber yang bisa kami baca.
B. TUJUAN
PENULISAN
Setelah
membaca makalah ini, diharapkan kita :
1.
Dapat mengetahui berbagai teori perubahan sosial
dan kebudayaan menurut beberapa ahli.
2.
Untuk mengetahui hubungan antara perubahan
sosial dan perubahan kebudayaan.
3.
Dapat mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan
perubahan sosial dan kebudayaan.
4.
Untuk mengenal bentuk perubahan sosial dan
kebudayaan.
5.
Mampu mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
jalannya proses perubahan.
6.
Dapat mengetahui proses-proses perubahan sosial
dan kebudayaan.
7.
Untuk mengetahui tentang arah perubahan.
8.
Dapat mengenal dan mengetahui modernisasi.
9.
Mengenal contoh kasus yang berhubungan dengan
perubahan sosial dan kebudayaan.
10.
Mampu menganalisis contoh kasus yang berhubungan
dengan perubahan sosial dan kebudayaan.
BAB. II
PEMBAHASAN
A. KONSEP
TEORI
1.
Teori-teori mengenai perubahan sosial dan kebudayaan
Teori-teori
mengenai perubahan sosial dan kebudayaan dibagi dua yaitu : Teori klasik dan
Teori modern. Akan tetapi teori-teori tersebut mempunyai kesamaan pandangan
mengenai perkembangan masyarakat berlansung secara evolusioner, linear, dan
masyarakat bergerak kearah kemajuan.
Beberapa
ahli sosiologi maupun antropologi banyak mempersoalkan mengenai pembatasan
pengertian perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan. Agar tidak menimbulkan
kekaburan, kami akan batasi lebih dahulu pada perubahan-perubahan sosial.
Berikut ini adalah beberapa teori mengenai perubahan sosial menurut beberapa
ahli :
Menurut
Soerjono Soekanto, perubahan sosial adalah segala perubahan pada
lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi
sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola
perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Selo
Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, merumuskan definisi perubahan-perubahan sosial adalah segala perubahan-perubahan pada
lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang
mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk
di dalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola perilaku di antara
kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Soerdjono
Dirdjosisworo, berpendapat perubahan sosial sebagai perubahan fundamental yang
terjadi dalam struktur sosial, sistem sosial dan organisasi sosial.
Gillin dan
Gillin, mengatakan bahwa perubahan-perubahan sosial adalah suatu variasi dari
cara-cara hidup yang telah diterima, yang disebabkan baik kerana
perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk,
ideologi maupun kerana adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam
masyarakat tersebut.
Samuel
Koening, mengatakan bahwa perubahan-perubahan sosial menunjukkan pada
modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan masyarakat.
Kingsley
Davis, mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi
dalam struktur dan fungsi masyarakat.
Bruce J.
Cohen, mengemukakan bahwa perubahan sosial adalah perubahan struktur sosial dan
perubahan pada organisasi sosial.
Roucek dan
Warren, mengemukan bahwa perubahan sosial adalah perubahan dalam proses sosial
atau dalam struktur masyarakat.
Maclver,
berpendapat perubahan-perubahan sosial dikatakan sebagai perubahan-perubahan
dalam hubungan sosial atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan hubungan
sosial.
Seterusnya
pengertian kebudayaan menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut :
Koentjaraningrat,
menjelaskan bahwa kata kebudayaan berasal dari kata Sanskerta Buddhayah, ialah
bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal yang dapat diartikan
sebagai hal-hal yang bersangkutan dengn budi dan akal.
Abdul
Syani, berpendapat kebudayaan adalah
suatu komponen penting dalam kehidupan masyarakat, khususnya struktur sosial.
Selo
Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil
karya , rasa dan cipta masyarakat.
Macler,
berpendapat kebudayaan adalah ekspresi jiwa yang terwujud dalam cara-cara hidup
dan berpikir, pergaulan hidup, seni kesusastraan, agama, rekreasi dan hiburan.
Herskovits,
memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun menurun dari satu generasi ke
generasi lainnya.
Andreas
Eppink, mengatakan kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,
norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial,
relegius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan
artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Edward
Burnett Tylor, mengemukakan kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks,
yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum,
adat istiadat, dan kemampuan-kemapuan lain yang didapat seseorang sebagai
anggota masyarakat.
Taylor,
mengatakan bahwa kebudayaan adalah suatu kompleks yang mencangkup pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat istiadat, dan setiap kemampuan serta
kebiasaan manusia sebagai warga masyarakat, perubahan-perubahan kebudayaan
merupakan setiap perubahan unsur-unsur tersebut.
2. Hubungan
antara Perubahan Sosial dan Perubahan Kebudayaan
Setelah
membaca teori-teori di atas tentang perubahan-perubahan sosial dan
perubahan-perubahan budaya terdapat perbedaan, tergantung dari adanya
pengertian tentang masyarakat dan kebudayaan.
Kingsley
Davis berpendapat bahwa perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan
kebudayaan. Perubahan dalam kebudayaan mencangkup semua bagiannya, yaitu :
kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan seterusnya., bahkan
perubahan-perubahan dalam bentuk aturan-aturan organisasi sosial. Sebagai
contoh perubahan logat bahasa jawa setelah masyarakatnya berpindah dari
asalnya. Perubahan tersebut juga mempengaruhi organisasi sosial masyarakatnya.
Sebenarnya
dalam kehidupan sehari-hari , sering kali kita tak mudah untuk menentukan
perbedaan antara perubahan sosial dan perubahan kebudayaan, kerana tidak ada
masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan dan tidak mungkin ada kebudayaan
jika masyarakatnya tidak ada. Akan tetapi yang jelas adalah perubahan-perubahan
sosial dan kebudayaan mempunyai satu aspek yang sama yaitu keduanya saling berkaitan
dengan penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan dalam cara suatu
masyarakat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Berikut ini
merupakan ciri-ciri proses pada perubahan-perubahan sosial :
1.
Tidak ada masyarakat yang berhenti perkembangannya
kerana setiap masyarakat mengalami perubahan yang terjadi secara lambat atau
secara cepat.
2.
Perubahan yang terjadi pada lembaga
kemasyarakatan tertentu, akan diikuti dengan perubahan-perubahan pada
lembaga-lembaga sosial lainnya.
3.
Perubahan-perubahan sosial yang cepat biasanya
mengakibatkan disorganisasi yang bersifat sementara kerana berada di dalam
proses penyesuaian diri.
4.
Perubahan-perubahan tidak dapat dibatasi pada
bidang kebendaan atau bidang spritual saja, kerana kedua bidang tersebut
mempunyai kaitan timbal balik yang sangat kuat.
5.
Secara tipologis, perubahan-perubahan sosial
dapat dikategorikan sebagai berikut :
a. Proses sosial
b. Sesmentasi
c. Perubahan struktur
d. Perubahan didalam struktur kelompok
3.
Faktor-faktor yang menyebabkan Perubahan Sosial dan Kebudayaan
Ada
tiga faktor penyebab utama terjadinya perubahan sosial, yaitu :
a.
Timbunan kebudayaan dan penemuan baru
Masuknya kebudayaan baru didalam
kehidupan masyarakat yang dianggap lebih besar fungsinya, maka kebudayaan yang
lama akan lebur menjadi satu dengan kebudayaan baru atau kebudayaan lama akan ditinggalkan masyarakat.
Penemuan baru yang bersifat fisik
maupun non fisik yang akibatnya terhadap lembaga-lembaga kemasyarakatan, dapat
mendorong terjadinya perubahan sosial.
Menurut Koentjaraningrat,
faktor-faktor yang mendorong individu untuk mencari penemuan baru adalah
sebagai berikut :
1.
kesadaran orang perorangan akan kekurangan dalam
kebudayaannya.
2.
kualitas dari ahli-ahli dalam suatu kebudayaan.
3.
perangsang bagi aktivitas-aktivitas penciptaan
dalam masyarakat.
b.
Perubahan jumlah penduduk
Bartambah atau berkurangnya jumlah
pendudukdapat mengakibatkan perubahan-perubahan pada struktur masyarakat,
terutama pada lembaga-lembaga kemasyarakatannya. Sebagai contoh pertambahan
penduduk pada program transmigrasi, hal
ini akan menyebabkan adanya penduduk yang heterogen. Masyarakat yang memiliki
latar belakang etnik yang berbeda bercampur dan mendifudikan adat, pengetahuan
teknologi dan ideologi, akan mengalami perubahan yang pesat. Konflik budaya, mores,
dan ideologi selalu menghasilakn ketidaksesuaian dan keresahan sosial, hal ini
akan mempermudah terjadinya perubahan sosial.
c.
Pertentangan (conflict)
Pada masyarakat heterogen biasanya ditandai dengan kurang dekatnya
individu satu dengan orang/kelompok lainnya, individu cenderung mencari
jalannya sendiri-sendiri. Sementara itu kondisi sumber pemenuhan kebutuhan
terbatas, sehingga persaingan tidak dapat dihindari. Hal ini akan menimbulkan pertentangan dalam
yang bersangkutan. Saat masyarakat dalam keadaan pertentangan, pada umumnya
sangat mudah untuk terpengaruh terhadap hal-hal yang baru. Sebagai contoh
tentang pengangguran dikota besar, kerana tak kunjung mendapatkan pekerjaan,
jika mendapat tawaran pekerjaan tau kesempatan yang bisa memenuhi kebutuhan,
mereka tidak lagi berpikir untuk tetap hidup wajar dan langsung merespon
meskipun harus melanggar norma-norma yang ada. Hal ini akan berpengaruh kepada
struktur sosial yang membuktikan kejujuran tak mampu lagi melawan kenyataan
hidup.
4. Bentuk
Perubahan Sosial dan Kebudayaan
Perubahan sosial dan kebudayaan dapat dibedakan ke dalam beberapa
bentuk, yaitu sebagai berikut :
a. Perubahan Lambat dan Perubahan
Cepat
Perubahan-perubahan
yang memerlukan waktu lama, dan rentetan perubahankecil yang saling megikuti
dengan lambat dinamakan evolusi.
Ada
bermacam-macam teori tentang evolusi, umumnya dikategorikan sebagai berikut.
1. Unilinear
theories of evolution
Teori ini
berpendapat bahwa manusia dan masyarakat mengalami perkembangan sesuai dengan
tahap-tahap tertentu, bermula dari bentuk yang sederhana, kemudian bentuk yang
kompleks sampai pada tahap yang sempurna. Pelopor teori tersebut antara lain
August Comte, Herbert Spencer
2. Universal theory of evolution
Teori ini
menyatakan bahwa perkembangan masyarakat tidaklah perlu melalui tahap-tahap
tertentu yang tetap. Herbert Spencer mengatakan bahwa masyarakat merupakan
hasil perkembangan dari kelompok homogen ke kelompok heterogen, baik sifat
maupun susunannya.
3. Multilined theories of evolution
Teori ini menekankan pada
penelitian-penelitian terhadap tahap-tahap perkembangan tertentu dalam evolusi
masyarakat.
Sementara itu, perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan yang
berlangsung dengan cepat dan menyangkut dasar-dasar atau sendi-sendi pokok
kehidupan masyarakat (yaitu lembaga-lembaga kemasyarakatan) disebut Revolusi.
Unsur-unsur dalam revolusi adalah adanya perubahan yang cepat dan perubahan
tersebut mengenai dasar-dasar pokok kehidupan masyarakat.
Secara sosiologis, syarat-syarat
terjadinya revolusi adalah sebagai berikut.
1. Harus ada keinginan umum untuk
mengadakan suatu perubahan.
2. Adanya seorang pemimpin atau sekelompok
orang yang dianggap mampu memimpin masyarakat tersebut.
3. Adanya pemimpin yang dapat menampung
keinginan-keinginan masyarakat untuk kemudian merumuskan serta menegaskan rasa
tidak puas untuk menjadi program dan arah gerakan.
4. Pemimpin tersebut harus dapat
menunjukkan suatu tujuan pada masyarakat.
5. Harus ada momentum tepat dan baik untuk
memulai suatu gerakan.
b. Perubahan
Kecil dan Perubahan Besar
Dapat dikatakan bahwa perubahan
kecil adalah perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang tidak
membawa pengaruh langsung atau berarti bagi masyarakat.
Perubahan mode rambut misalnya,
tidak membawa pengaruh apa-apa bagi masyarakat secara keseluruhan kerana tidak
mengakibatkan perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan.
Sedangkan perubahan besar adalah
perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial dan membawa pengaruh
langsung atau berarti bagi masyarakat.
Sebagai contoh, reformasi pada
tahun 1998 yang telah melahirkan perubahan dan pengaruh yang besar bagi
masyarakat Indonesia dan di berbagai
bidang kemasyarakatan. Menimbulkan berbagai
macam oraganisasi massa yang memanfaatkan peluang ini untuk menampilkan ideologi.
c. Perubahan yang dikehendaki (intended-change)
atau Perubahan yang direncanakan (planned-change) dan Perubahan yang tidak
dikehendaki (unintende-change) atau Perubahan yang tidak direncanakan
(unplanned-change)
Perubahan yang dikehendaki atau
direncanakan merupakan perubahan yang diperkirakan atau yang telah direncanakan
terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan perubahan didalam
masyarakat. Pihak-pihak yang menghedaki perubahan dinamakan Agent of change,
yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapatkan kepercayaan masyarakat
sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan. Agent of
change mempengaruhi masyarakat dengan sistem teratur dan direncanakan terlebih
dahulu. Cara-cara tersebut dinamakan rekayasa sosial (social engineering) atau
perencanaan sosial (social planning).
Perubahan sosial yang tidak
dikehendaki atau yang tidak direncanakan
merupakan perubahan-perubahan yang terjadi tanpa dikehendaki, belangsung
di luar jangkauan masyarakat dan dapat menyebabkan timbulnya akibat-akibat
sosial yang tidak diharapkan masyarakat.
5.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Jalannya Proses Perubahan.
a. Faktor-faktor yang mendorong
jalannya proses perubahan
Di dalam masyarakat di
mana terjadi suatu proses perubahan, terdapat faktor-faktor yang mendorong
jalannya perubahan yang terjadi. Faktor-faktor tersebut antara lain sebagai
berikut.
1. Kontak dengan kebudayaan lain.
Salah satu
proses yang menyangkut hal ini adalah
difusi (diffussion). Menurut kamus sosiologi dan kependudukan karya Dra.
Hartini dan G. Kartasapoetra, difusi adalah penyebaran sifat kebudayaan atau
kompleks dari suatu masyarakat yang lain. Yaitu cara bagaimana masyarakat
mendapat sebagian benar sifat-sifat barunya. Dengan terjadinya difusi, suatu
penemuan baru telah diterima oleh masyarakat dapat diteruskan dan disebarkan
pada masyarakat luas hingga dapat menikmati kegunaannya bersama.
2. Sistem pendidikan formal yang maju.
Pendidikan
formal dapat mengajarkan manusia berpikir objektif, yang akan memberikan
kemampuan untuk menilai apakah kebudayaan masyarakatnya akan dapat memenuhi
kebutuhan-kebutuhan zaman atau tidak.
3. Sikap menghargai hasil karya seseorang dan
keinginan-keinginan untuk maju.
Apabila
sikap tersebut melembaga dalam masyarakat, hal ini akan mendorong semangat bagi
usaha-usaha penemuan baru. Contohnya Hadiah Nobel, Kalpataru, atau Adipura.
4. Toleransi.
Toleransi
terhadap sikap-sikap menyimpang, yang bukan perbuatan yang yang dapat dikenakan
hukuman kerana merupakan pelanggaran terhadap undang-undang.
5. Sistem terbuka lapisan masyarakat.
Berarti
memberi kesempatan kepada individu untuk maju atas dasar kemampuan sendiri.
6. Penduduk yang heterogen.
Pada
masyarakat yang memiliki latar belakang kebudayaan ras ideologi berbeda akan
mudah terjadi pertentangan. Keadaan demikian akan menjadi pendorong
perubahan-perubahan dalam masyarakat.
7. Ketidak puasan masyarakat terhadap bidang-bidang
kehidupan tertentu.
Ketidak
puasan masyarakat yang berlangsung terlalu lama dalam sebuah masyarakat
bekemungkinan besar akan mendatangkan revolusi.
8. Orientasi ke muka
Selalu
berpikir kedepan untuk merubah keadaan masyarakat.
9. Nilai meningkatkan taraf hidup.
Bahwa
manusia harus berikhtiar untuk sentiasa memperbaiki diri dan taraf hidupnya.
b.
Faktor-faktor yang menghalangi jalannya proses perubahan
1. Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain.
Kehidupan
terasing menyebabkan sebuah masyarakat tidak mengetahui
perkembangan-perkembangan yang terjadi pada masyarakat lain yang mungkin dapat
memperkaya kebudayaan sendiri.
2. Perkembangan ilmu pengetahuan yang
terlambat.
Dikeranakan
terisolasi dari dunia luar, perkembangan ilmu pengetahuan menjadi terhambat.
3. Sikap masyarakat yang tradisionalistis
Sikap yang
mengagung-agungkan tradisi dan masa lampau, dan menganggap tradisi mutlak tidak
bisa diubah akan menghambat proses perubahan sosial.
4. Adanya kepentingan-kepentingan yang telah
tertanam dengan kuat atau vested interest.
Dalam
organisasi sosial yang mengenal sistem lapisan, pasti ada sekelompok orang yang
menikmati kedudukan. Mereka takut kedudukannya akan direbut jika terjadi
perubahan-perubahan. Hal ini terjadi pada masyarakat feodal.
5. Rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada
integrasi kebudayaan.
Integrasi
kebudayaan tidak ada yang sempurna. Beberapa kelompok mengkhawatirkan akan
tergoyahnya integrasi kebudayaan lama yang bisa menyebabkan perubahan-perubahan
pada aspek-aspek tertentu masyarakat.
6. Prasangka terhadap hal-hal yang baru.
Sikap
demikian banyak dijumpai pada masyarakat-masyarakat yang pernah dijajah
bangsa-bangsa barat kerana tidak bisa melupakan pengalaman pahit selama
penjajahan.
7. Hambatan ideologis.
Setiap usaha
perubahan pada unsur-unsur kebudayaan rohaniah biasanya usaha yang berlawanan
dengan ideologi masyarakat yang biasanya sudah menjadi dasar integrasi
masyarakat tersebut.
8. Adat atau Kebiasaan.
Apabila adat
atau kebiasaan ternyata tidak efektif lagi di dalam memenuhi kebutuhan pokok,
krisis akan muncul. Akan tetapi adat atau kebiasaan yang mencangkup segala
bidang didalam masyarakat begitu kokoh sehingga sukar untuk diubah.
9. Nilai pasrah.
Nilai bahwa
hidup ini pada hakikatnya buruk dan tidak mungkin diperbaiki.
6. Proses-proses Perubahan Sosial dan
Kebudayaan.
a. Penyesuaian masyarakat terhadap
perubahan
Keserasian dalam masyarakat merupakan
keadaan yang diidam-idamkan setiap masyarakat. Keserasian masyarakat yang
dimaksud adalah sebagai suatu keadaan di mana lembaga-lembaga kemasyarakatan
yang pokok benar-benar berfungsi dan saling mengisi. Setiap kali terjadi
gangguan terhadap keserasian, masyarakat dapat menolaknya atau mengubah susunan
kemasyarakatan dengan maksud menerima unsur yang baru. Kadang kala ada unsur
baru yang dipaksakan oleh suatu kekuatan. Akan tetapi, jika ada unsur baru yang
tidak dapat ditolak oleh masyarakat kerana tidak menimbulkan kegoncangan,
pengaruhnya tetap ada, tetapi sifatnya dangkal dan hanya terbatas pada bentuk
luarnya. Hal ini tidak akan berpengaruh pada norma-norma dan nilai-nilai sosial
dan dapat berfungsi dengan wajar.
Terkadang unsur-unsur baru dan lama yang bertentangan
secara bersamaan mempengaruhi norma-norma dan nilai-nilai yang berpengaruh
terhadap masyarakat. Itu berarti ada gangguan yang berkelanjutan terhadap
keserasian masyarakat. Hal tersebut berarti bahwa ketegangan dan kekecewaan di
antara masyarakat tidak mempunyai saluran perubahan. Apabila keserasian kembali
dipulihkan setelah terjadinya suatu
perubahan, keadaan tersebut dinamakan penyesuaian (adjusment). Bila sebaliknya
terjadi, maka dinamakan ketidak penyesuaian sosial (maladjusment) yang mungkin
mengakibatkan terjadinya anomie. Anomie dalam kamus sosiologi dan kependudukan
karya Dra. Hartini dan G. Kartasapoetra, adalah lunturnya norma-norma yang
dianut, atau vakumnya suatu nilai/tata krama.
b. Saluran-saluran perubahan sosial dan
kebudayaan
Saluran-saluran
perubahan sosial dan kebudayaan (avenue or channel of change) merupakan
saluran-saluran yang dilalui oleh suatu proses perubahan. Umumnya
saluran-saluran tersebut adalah lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam bidang
pemerintahan, ekonomi, pendidikan, agama, rekreasi, dan seterusnya. Lembaga
kemasyarakatan tersebut menjadi titik tolak, tergantung pada cultural focus
masyarakat pada suatu masa yang tertentu.
Lembaga
kemasyarakatan mendapatkan penilaian tertinggi dari masyarakat cenderung
menjadi saluran utama perubahan sosial dan kebudayaan. Perubahan lembaga
masyarakat tersebut akan membawa akibat pada lembaga-lembaga kemasyarakatan
lainnya kerana lembaga-lembaga kemasyarakatan merupakan suatu sistem yang
tergabung menjadi satu.
c. Disorganisasi (Disintegrasi) dan
Reorganisasi (Reintegrasi)
1. Pengertian
Disorganisasi
adalah proses berpudarnya norma-norma dan nilai-nilai dalam masyarakat
dikarenakan adanya perubahan-perubahan yang terjadi dalam lembaga-lembaga
kemasyarakatan.
Reorganisasi
adalah proses pembuatan norma-norma dan nilai-nilai yang baru agar sesuai
dengan lembaga- lembaga kemasyarakatan yang mengalami perubahan. Reorganisasi
dilaksanakan apabila norma-norma dan nilai-nilai yang baru telah melembaga
(institutionalized) dalam diri warga.
2. Suatu gambaran mengenai disorganisasi
dan reorganisasi
Suatu contoh adalah norma-norma
dalam lalu lintas. Sopan santun berlalu lintas yang secara minimal menyangkut
ketaatan seseorang pengemudi atau orang yang jalan kaki. Pada umumnya terlihat
adanya suatu kecenderungan untuk melanggar peraturan-peraturan tersebut,
padahal peraturan bertujuan untuk menjaga keselamatan masyarakat, termasuk
pengemudi dan orang-orang yang berjalan kaki. Hal ini pailng tidak dapat
dijadikan suatu indeks terhadap keadaan sampai di mana disorganisasi masih berlangsung
padahal telah ada reorganisasi.
3. Ketidakserasian perubahan-perubahan dan
ketertinggalan budaya (cultural lag)
Ada unsur-unsur yang cepat berubah, tetapi ada pula unsur-unsur yang
sukar untuk berubah. Biasanya unsur-unsur kebudayaan kebendaan lebih mudah
berubah daripada unsur-unsur kebudayaan rohaniah. Misalnya, suatu perubahan
dalam cara bertani, tidak berpengaruh pada tarian-tarian tradisonal.
Suatu teori tentang ketertinggalan budaya (cultural lag) dari William F. Ogburn, menyatakan kenyataan
bahwa pertumbuhan kebudayaan tidak selalu sama cepatnya dalam keseluruhannya
seperti diurai sebelumnya, sedangkan ada bagian lain yang tumbuhnya lambat.
Perbedaan antara taraf kemajuan dari berbagai bagian dalam kebudayaan dari
suatu masyarakat dinamakan ketertinggalan kebudayaan (cultural lag) dan unsur
masyarakat atau kebudayaan yang mempunyai korelasi, tidak sebanding sehingga
unsur yang satu tertinggal oleh unsur lainnya.
Ketertinggalan kebudayaan juga berarti sebagai jangka waktu antara
terjadi dan diterimanya penemuan baru. Atau dipakai untuk menunjukkan pada
tertinggalnya suatu unsur lainnya yang berkaitan erat hubungannya.
7. Arah
Perubahan (Direction of Change)
Gerak perubahan adalah perubahan
bergerak meninggalkan faktor yang
diubah. Akan tetapi, setelah meninggalkan faktor itu, mungkin perubahan
bergerak kepada sesuatu bentuk yang sama sekali baru, atau mungkin pula
bergerak ke arah suatu bentuk yang sudah ada di dalam waktu lampau.
Sebagai contoh, perkembangan
industri musik saat ini mengalami kemajuan yang luar biasa. Banyak jenis-jenis
aliran musik yang kita kenal, mulai dari pop, rock, jazz, dangdut, heavy metal,
ska, hip-hop, punk, dan lain-lain. Tapi saat ini ada jenis musik baru yang
sedang trend di kalangan anak muda Indonesia yaitu The Changcuter. Lagu mereka
berjenis rock n’ roll yang pernah dipopulerkan Rolling Stone dan mengikuti aksi
panggung Mick Jagger dan Jim Morrisson. Akan tetapi lagu mereka rata-rata
bertema komedi. Hal tersebut tentu berbeda dengan dengan generasi sebelum
mereka yang biasanya bertema sosial dan cinta.
8.
Modernisasi
a. Pengantar
Secara historis, modernisasi
merupakan suatu proses perubahan yang menuju pada tipe sistem-sistem sosial,
ekonomi, dan politik. Negara-negara atau masyarakat-masyarakat modern pun yang
sedang menjalani proses tersebut telah berkembang dari aneka warna masyarakat
tradisional. Setiap negara-negara atau masyarakat-masyarakat mengalami persolan
berbeda-beda dalam menghadapi modernisasi sesuai dengan hukum situasi, pasti
ada unsur-unsur yang sama dan berlaku universal. Menyangkut Indonesia yang
mengalami modernisasi melalui perubahan-perubahan yang direncanakan , misalnya
dari orde lama ke orde baru, orde baru ke zaman reformasi.
b. Pengertian
Modernisasi mencangkup suatu
tranformasi total kehidupan bersama yang tradisional dalam arti teknologi serta
organisasi sosial ke arah pola-pola ekonomis dan politis yang menjadi ciri
negara-negara barat yang stabil.
Modernisasi merupakan suatu bentuk
perubahan sosial. Biasanya merupakan perubahan sosial yang terarah yang
didasarkan pada perencanaan. Modernisasi merupakan suatu persoalan yang harus
dihadapi masyarakat, kerana di dalam prosesnya meliputi bidang yang luas, menyangkut
proses disorganisasi, problema-ploblema sosial, konflik antar kelompok,
hambatan-hambatan terhadap perubahan, dan sebagainya.
c. Disorganisasi, tranformasi, dan proses
dalam modernisasi
Di dalam proses modernisasi akan
muncul disorganisasi pada masyarakat. Hal tersebut akan menjadi masalah-masalah
sosial. Masalah sosial diartikan sebagai penyimpangan terhadap norma-norma
kemasyarakatan.
Disamping itu, perlawanan terhadap
transformasi misalnya keyakinan yang kuat terhadap kebenaran tradisi, sikap
yang tidak toleran terhadap penyimpangan-penyimpangan, pendidikan dan
perkembangan ilmiah yang tertinggal , merupakan faktor-faktor yang menghambat
modernisasi.
Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa yang berpengaruh pada modernisasi
adalah sikap dan nilai, kemampuan menunjukkan manfaat unsur yang baru, dan
kesepadanannya dengan unsur-unsur kebudayaan yang ada. Ada kemungkinan
modernisasi bertentangan dengan kebudayaan yang ada. Selain itu, ada
kemungkinan modernisasi menggantikan unsur-unsur yang lama.
d. Syarat-syarat modernisasi
Modernisasi pada awalnya
mengakibatkan disorganisasi pada masyarakat. Tetapi masyarakat akan bisa
reorganisasi jika modernisasi bersifat preventif (mencegah) dan konstruktif
(membangun).
Syarat-syarat suatu modernisasi
adalah sebagai berikut.
1. Cara berpikir yang ilmiah.
2. Sistem administrasi negara yang baik.
3. Adanya sistem pengumpulan data yang baik
dan teratur.
4. Penciptaan iklim yang baik dari
masyarakat.
5. Tingkat organisasi yang tinggi.
6. Sentralisasi wewenang pada pelaksanaan
perencanaan sosial.
B. PEMAPARAN
/ URAIAN PEMBAHASAN
Contoh
Kasus.
Syariat
Islam Nasibmu Kini di ”Negeri Serambi Mekkah”
Senin, 6
Desember 2010
Banda Aceh
(ANTARA News)
Kilas balik
sembilan tahun lalu, gegap gempita masyarakat di Aceh menyambut “kado” istimewa
yang diberikan pemerintah pusat kepada provinsi itu.
“Kado” itu
adalah Syariat (hukum) Islam dan diberikan pada 1 Muharram 1423 Hijiriyah atau
bertepatan dengan 14 Maret 2002. Gegap gempita itu di awali dengan gelar pawai
saat Aceh dipimpin oleh Abdullah Puteh sebagai Gubernur.
Kini “kado”
istimewa itu beranjak sembilan tahun. Aceh kini tentunya berbeda saat awal
pencanangan syariat islam. Saat itu situasi politik di Aceh tidak menentu dan
keamanannya di bawah titik nadir akibat konflik bersenjata.
Aceh pasca
konflik dan bencana tsunami yang merenggut lebih 200 ribu jiwa penduduk wilayah
itu pada tanggal 26 Desember 2004, situasinya mulai aman dan gebyar pembangunan
berbagai sektor juga terlihat gencar dilakukan.
”Saya
mengakui pembangunan fisik saat ini jauh lebih baik dibanding beberapa tahun
sebelumnya, tapi bagaimana dengan kehidupan spiritual masyarakat di daerah penduduk
mayoritas muslim ini ? ” kata seorang warga, M. Ridwan.
Bahkan,
katanya, pergaulan bebas muda-mudi tampaknya semakin berani dan tanpa kendali.
Kalangan
ulama menyebutkan merosotnya akhlak yang ditandai dengan menurunnya ”rasa malu”
khususnya di kalangan remaja dan pemuda Aceh dewasa ini disebabkan lemahnya
penegakan syariat islam.
”Penurunan
ini terjadi kerana semakin berkurangnya pengawasan syariat islam oleh
pemerintah, termasuk penegak hukumnya yang semakin lemah.” Kata Sekretaris
Jenderal Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA), Tengku Faisal Aly.
Menurut dia,
semakin lemahnya kualitas maupun kuantitas tersebut terlihat dari perilaku
masyarakat. Tidak sedikit masyarakat Aceh meninggalkan norma islami dalam
kehidupan sehari-hari.
Contoh
kecilnya saja, kata dia, bisa dilihat dari cara berpakaian, terutama remaja
putri dan wanita muda, yang mulai mengabaikan cara berbusana seorang muslimah.
Belum lagi tempat-tempat wisata yang diduga kerap dijadikan tempat pelenggaran
syariat islam. Tempat-tempat seperti itu luput dari penertiban pemerintah,
katanya.
Bahkan Faisal Aly juga menilai Pemerintah Aceh
kurang serius menjalankan syariat islam. Hal ini terjadi kerana pemerintah
salah persepsi terhadap syariat islam.
Aktivitas
Investasi
”Ada
anggapan bahwa penerapan syariat islam menganggu aktivitas investasi. Padahal
sebaliknya, dengan adanya syariat islam, Aceh bisa menjadi lebih aman, sehingga
investor berbondong-bondong datang ke daerah ini.” Katanya.
Ia
mengatakan ketidakseriusan lainnya bisa dilihat dari aktivitas di pemerintah
itu sendiri, sepertinya belum adanya pelayanan publik yang berasaskan islam.
Begitu juga
soal anggaran, kata dia, pemerintah Aceh belum menempatkan format pengelolaan
yang berbasiskan syariah. Seharusnya, pengelolaan seperti itu sudah dilakukan
sejak dulu.
”Memasuki
usia sembilan tahun ini, saya mengharapkan pemerintah Aceh lebih serius
melaksanakan syariat Islam, sehingga penerapannya berjalan secara ”kaffah” atau
menyeluruh.” katanya.
Pemerintah
Aceh sudah menerbitkan empat qanun (perda) syariat islam, yakni Qanun nomor 11
Tahun 2002 tentang pelaksanaan Syariat Islam Bidang Aqidah, Ibadah dan Syiar
Islam.
Kemudian,
Qanun nomor 12 tahun 2003 tentang minuman khamar (memabukkan) dan sejenisnya
dan Qanun nomor 13 tahun 2003 tentang maisir (perjudian) dan Qanun nomor 14
tentang khalwat atau mesum.
Ketua
majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Tengku H. Muslim Ibrahim,
mengingatkan pemerintah daerah atas tanggung jawab terhadap pelaksanaan syariat
islam secara kaffah.
”Kami
mengingatkan kembali pemerintah bertanggung jawab terhadap kewajibannya, sehingga penerapan
syariat Islam yang sudah loyo ini bisa dilaksanakan lebih baik lagi, ” katanya.
Apa yang
disampaikan tersebut merupakan salah satu butir rumusan Muzakarah MPU Aceh dan
diikuti 23 MPU Kabupaten/Kota di Banda Aceh, 29-30 Nopember 2010.
Rumusan dari
para ulama se Aceh itu akan segera diserahkan kepada Gubernur Aceh Irwandi
Yusuf, untuk ditindak lanjuti dengan harapan pelaksanaan syariat islam di Aceh
benar-benar seperti diharapkan mayoritas penduduk di daerah ini.
Ia
mengatakan, tanggung jawab pemerintah Aceh, dalam hal ini Gubernur tertuang
didalam qanun tentang penerapan syariat islam. Dalam peraturan daerah itu
tertuang 10 kewajiban yang harus dilaksanakan.
Ditambahkannya, tanggung jawab ini juga diatur dalam pasal
127 ayat (1) Undang-Undang nomor 11 tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh
(UUPA).
”Pasal itu
mengamanahkan pemerintah di Aceh, baik provinsi maupun kabupaten/kota
bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelaksanaan syariat islam,” katanya.
Selain
tanggung jawab tersebut, MPU mendesak pemerintah Aceh mengembalikan keberadaan
lembaga Wilayatul Hisbah (WH) ke Dinas Syariat Islam.
Sejak dua
tahun terakhir ini, katanya, lembaga pengawal syariat islam tersebut
digabungkan ke Satuan Polisi Pamong Praja (satpol PP), sehingga tugas pokoknya
menjadi tidak efektif.
” Sewaktu WH
berada di bawah naungan Dinas Syariat Islam, kinerjanya lebih efektif dan
berwibawa. MPU merekomendasikan agar WH
dikembalikan ke tempat semula,” katanya.
Lembaga Adat
Tengku H.
Muslim Ibrahim menambahkan, rumusan lainnya menghidupkan kembali peran lembaga
adat di semua strata kehidupan, sehingga menguatkan pelaksanaan syariat islam
di masyarakat.
Kecuali itu,
MPU juga mengharapkan DPRA segera memperjelas status qanun jinayat dan hukum
acara jinayat yang pernah disahkan, namun belum ditanda tangani Gubernur Aceh.
”MPU juga
mengharapkan DPRA dan pemerintah Aceh mengalokasikan dana memadai dalam rangka
mendukung pelaksanaan syariat islam secara kaffah,” ujarnya.
Ia
menyebutkan, dalam muzakahar tersebut, MPU Aceh juga mengharapkan lembaga penegak hukum agar melaksanakan
tugasnya sesuai UUPA dan Qanun Jinayat.
”Lembaga
penegak hukum ini juga diminta bersikap adil dalam melaksanakan tugasnya dan
menyegerakan eksekusi setiap keputusan Mahkamah Syariah terkait pelanggaran
syariat islam,”kata Tengku Muslim Ibrahim.
Wakil
Walikota Kota Banda Aceh, Illiza Saa’duddin Djamal menyatakan masalah penegakan
syariat islam itu tidak hanya dipundak pemerintah, tetapi seluruh elemen
masyarakat.
Dan jika ada pelanggaran syariat islam, kata
dia, tidak mesti pemerintah terus yang disalahkan, sebab terkadang ruang untuk
melanggar itu telah diberikan oleh mayarakat itu sendiri.
”Contohnya
kami mengimbau pedagang di daerah wisata, misalnya di kawasan Ulee Lhue agar
tidak meletakkan kursi khusus untuk dua orang, tetapi harus berjejer lebih
banyak dan tidak berjualan di tempat remang-remang,” katanya.
Akan tetapi,
para pedagang justru suka berjalan di tempat remang-remang dan jika ada lampu
jalan maka dirusak. Situasi itu tentunya memberi kesempatan bagi pengunjung
untuk berdua-duaan (bukan muhrim), katanya.
Oleh kerana
itu, Illiza mengatakan yang penting saat ini diperkuat adalah fondasi
keluarga dan masyarakat sebagai strategi
jitu dalam memperkecil pelanggaran syariat islam, terutama didaerahnya
masing-masing.
Untuk itu
Pemko banda Aceh telah menggagas masing-masing gampong (desa) ada qanun gampong
yang mengatur tentang adat-istiadat di desanya masing-masing.
Jika seluruh
gampong di Aceh sudah ada qanun yang mengatur tentang syariat tersebut, maka diyakini tidak akan ada lagi celah
pelanggaran syariat islam di provinsi itu. Nasib syariat islam di Aceh juga
tidak lagi menjadi ilustrasi politik, tapi membumi di ”negeri” Serambi Mekkah ini.
Analisis
Contoh Kasus
Dari contoh
kasus diatas, dapat dilakukan analisa-analisa sebagai berikut :
a. Perubahan
sosial dan kebudayaan.
Berdasarkan
teori Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, merumuskan definisi
perubahan-perubahan sosial adalah segala
perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu
masyarakat, yang mempengaruhi sistem
sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola perilaku
di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Dapat diketahui bahwa terjadi
perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di Aceh seperti Peraturan daerah
menjadi Qanun, adanya Mahkamah Syariah, Dinas Syariat Islam dan Wilayatul
Hisbah yang mempengaruhi nilai-nilai, sikap-sikap dalam masyarakat Aceh.
b. Hubungan
antara perubahan sosial dan kebudayaan
Kingsley
Davis berpendapat bahwa perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan
kebudayaan. Perubahan dalam kebudayaan mencangkup semua bagian. Hubungan antara
perubahan sosial dan kebudayaan Di Aceh setelah diterapkan syariat islam yaitu
ditetapkan cara berpakaian, tata cara pergaulan, adat istiadat dan hal itu di
atur dalam peraturan-peraturan dan hukuman yang jelas bagi yang yang
melanggarnya.
c.
Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sosial dan kebudayaan.
Ada tiga
faktor yang menyebabkan perubahan sosial dan kebudayaan :
1. Timbunan kebudayaan dan penemuan baru
Adanya
syariat islam yang diterapkan di Aceh merupakan suatu penemuan baru bagi
masyarakat Aceh
Dalam contoh
kasus tersebut, diberikannya hak untuk menjalankan syariat islam di Aceh,
menyebabkan terjadinya perubahan sosial dan kebudayaan pada masyarakat Aceh.
2. Perubahan jumlah penduduk
Disini kami
tidak menemukan nya pada contoh kasus diatas.
3. Pertentangan (conflict)
Konfliks
bersenjata yang terjadi pada waktu itu di Aceh menjadi penyebab perubahan
sosial dan kebudayaan masyarakat.
d. Bentuk
perubahan sosial dan kebudayaan.
Pada contoh kasus yang kami
analisa, terjadi perubahan yang dikehendaki atau perubahan yang direncanakan.
Hal ini terdapat pada pemberian syariat islam dari pemerintah pusat, pernyataan
Sekretaris Jenderal Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA), Tengku Faisal Aly yang
menginginkan agar pemerintah daerah bertindak tegas menegakkan syariat islam,
pernyataan Ketua majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Tengku H. Muslim
Ibrahim untuk menghidupkan kembali
peran lembaga adat di semua strata, Wakil Walikota Kota Banda Aceh, Illiza Saa’
duddin Djamal yang akan menggagas qanun gampong merupakan pihak-pihak yang
menginginkan terjadinya perubahan dan hal tersebut sudah direncanakan yang
disebut Agent of Change.
e. Faktor-faktor yang mempengaruhi jalannya
proses perubahan.
Setelah
menganalisis contoh kasus diatas, bisa dijelaskan bahwa faktor-faktor yang
mendorong jalannya proses perubahan pada
masyarakat Aceh yaitu :
1. Ketidakpuasan masyarakat terhadap
bidang-bidang kehidupan tertentu
2. Orientasi kemasa depan
3. Nilai meningkatkan taraf hidup
Menurut
analisis kami, terdapat pada konfliks yang berkepanjangan di Aceh sehingga
menyebabkan ketidakpuasan masyarakat, dan berharap masa depannya lebih baik
yang mengharapkan meningkatnya taraf hidup.
Selain
faktor pendorong, terdapat juga faktor penghambat terjadinya perubahan pada
contoh kasus kami, yaitu : Adat dan kebiasaan. Pada contoh kasus, terdapat pada
“para pedagang justru suka berjalan di tempat remang-remang dan jika ada lampu
jalan maka dirusak. Situasi itu tentunya memberi kesempatan bagi pengunjung
untuk berdua-duaan (bukan muhrim)” hal ini merupakan penghambat perubahan pada
masyarakat Aceh yang menjalankan syariat islam.
F.
Proses-proses perubahan sosial dan kebudayaan
Beberapa bentuk proses perubahan
sosial dan kebudayaan yang terdapat pada contoh kasus antara lain :
Penyesuaian masyarakat terhadap perubahan
Adanya
penyesuaian masyarakat Aceh terhadap perubahan telihat dengan Pemerintah Aceh
sudah menerbitkan empat qanun (perda) syariat islam, yakni Qanun nomor 11 Tahun
2002 tentang pelaksanaan Syariat Islam Bidang Aqidah, Ibadah dan Syiar Islam.
Kemudian, Qanun nomor 12 tahun 2003 tentang minuman khamar (memabukkan) dan
sejenisnya dan Qanun nomor 13 tahun 2003 tentang maisir (perjudian) dan Qanun
nomor 14 tentang khalwat atau mesum.
Saluran-saluran perubahan sosial dan
kebudayaan
Dibentuknya
Mahkamah Syariah, Dinas Syariat Islam Wilayatul Hisbah dan Gampong merupakan
saluran-saluran yang dilalui oleh proses
perubahan.
Disorganisasi, Reorganisasi, dan Cultural
Lag
Dalam contoh
kasus ini, ditemukannya Diorganisasi pada “Kalangan ulama menyebutkan
merosotnya akhlak yang ditandai dengan menurunnya ”rasa malu” khususnya di
kalangan remaja dan pemuda Aceh dewasa ini disebabkan lemahnya penegakan
syariat islam.” Disorganisasi terjadi
kerana perubahan-perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga kemasyarakatan
yang dimaksud disini seperti Mahkamah
Syariah, Dinas Syariat Islam Wilayatul Hisbah dan Gampong yang tidak tegas dan
lemah dalam menegakkan syariat islam sehingga berpudarnya norma-norma dan
nilai-nilai dalam masyarakat.
Sedangkan
Reorganisasi dalam contoh kasus adalah
“Mengimbau pedagang di daerah wisata, misalnya di kawasan Ulee Lhue agar
tidak meletakkan kursi khusus untuk dua orang, tetapi harus berjejer lebih banyak
dan tidak berjualan di tempat remang-remang.” Jelas sekali bahwa pemerintah
daerah Aceh berusaha membentuk norma-norma dan nilai-nilai syariat islam agar
sesuai dengan syariat islam yang dijalankan di daerahnya.
Cultural lag
atau ketertinggalan budaya juga terdapat pada contoh kasus : “Ia mengatakan
ketidakseriusan lainnya bisa dilihat dari aktivitas di pemerintah itu sendiri,
sepertinya belum adanya pelayanan publik yang berasaskan islam”. Disini
terlihat setelah sembilan tahun menjalankan syariat islam pada masyarakat Aceh
, tapi pemerintah daerahnya belum bisa memberi pelayanan publik yang berasaskan
islam. Hal ini sesuai dengan teori dari
William F. Ogburn, menyatakan kenyataan bahwa pertumbuhan kebudayaan tidak
selalu sama cepatnya dalam keseluruhannya seperti diurai sebelumnya, sedangkan
ada bagian lain yang tumbuhnya lambat.
G. Arah
perubahan
Gerak
perubahan adalah perubahan bergerak meninggalkan faktor yang diubah. Dalam
contoh kasus ini, Arah perubahan masyarakat Aceh terlihat pada ” Menurut dia, semakin lemahnya kualitas
maupun kuantitas tersebut terlihat dari perilaku masyarakat. Tidak sedikit
masyarakat Aceh meninggalkan norma islami dalam kehidupan sehari-hari.” menurut
analisis dari contoh kasus tersebut, arah perubahan masyrakat Aceh tidak sesuai
dengan apa yang diharapkan. Arah
perubahannya mulai bergerak meninggalkan syariat islam menuju bentuk yang baru.
H.
Modernisasi
Pada contoh
kasus ini juga timbul Modernisasi yaitu ”Saya mengakui pembangunan fisik saat
ini jauh lebih baik dibanding beberapa tahun sebelumnya, tapi bagaimana dengan
kehidupan spiritual masyarakat di daerah penduduk mayoritas muslim ini ? ” hal
ini terlihat jelas bahwa proses modernisasi disini mencangkup usaha untu
membangun Aceh lebih baik. Tapi ditengah
pembangunan fisik yang pesat, timbul masalah sosial yaitu disorganisasi
masyarakat Aceh yang mulai melemahnya kehidupan syariat islam ditengah
masyarakat.
BAB. III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari Konsep
teori dan pembahasan yang telah disebutkan, dapat diambil kesimpulan bahwa
perubahan-perubahan sosial pada masyarakat juga membawa perubahan-perubahan
pada kebudayaan. Berbagai bentuk perubahan sosial dan kebudayaan disetiap
tempat dan daerah tidak sama, hal ini bisa dilihat dari lambat cepatnya
perubahan, kecil besarnya perubahan dan pihak-pihak yang menginginkan
perubahan.
Banyak
faktor yang bisa mengakibatkan perubahan sosial dan kebudayaan kemudian
mempengaruhi jalannya proses perubahan tersebut. Setiap perubahan sosial dan
kebudayaan pasti akan menimbulkan disorganisasi, reorganisasi dan cultural lag.
Dewasa ini
sulit menentukan ke arah mana masyarakat berkembang. Salah satu jenis arah
perubahan adalah modernisasi. Modernisasi pada awalnya mengakibatkan
disorganisasi pada masyarakat. Tetapi masyarakat akan bisa reorganisasi jika
modernisasi bersifat preventif (mencegah) dan konstruktif (membangun).
B. SARAN
Masyarakat
pasti akan mengalami perubahan sosial dan kebudayaan. Perubahan tersebut pasti
akan mempengaruhi norma-norma dan nilai-nilai yang telah tertanam pada
masyarakat. Perubahan itu terjadi kerana usaha masyarakat untuk menyesuaikan
diri dengan keperluan-keperluan, keadaan-keadaan dan kondisi-kondisi baru agar
sesuai dengan perkembangan. Masyarakat sebaiknya bisa menyikapi
perubahan-perubahan tersebut dengan baik agar bisa meminimalisir disorganisasi,
problema sosial, konflik dan sebagainya sehingga perubahan sosial dan
kebudayaan itu bisa berlangsung dengan baik.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Soerjono Soekanto, 1982; Sosiologi
Suatu Pengantar, Penerbit: PT Raja Gravindo Persada, Jakarta
2. Dra. Hartini, G. Kartasapoetra,
1990; Kamus Sosiologi dan Kependudukan , Penerbit : Bumi Aksara, Jakarta
3. Abdul Syani, 1992; Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan,
Penerbit: Bumi Aksara, Jakarta.
4. Kamanto Sunarto, 1993, Pengantar
Sosiologi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Komentar
Posting Komentar